Sabtu, 06 Juli 2013

Buat tulisan dari hasil tinjauan pustaka tentang ”Depresi” mencakup : Definisi dan jenis-jenis depresi, penyebab depresi, dampak depresi, alternatif depresi dan penanggulangannya.

> Definisi Depresi Depresi merupakan salah satu diantara bentuk sindrom gangguan-gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan). Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun orang dengan gangguan mood (mood disorder)yang luar biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal (Semiun, 2006). Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, perasaan tidak berharga, merasa kosong, putus harapan, selalu merasa dirinya gagal, tidak berminat pada ADL sampai ada ide bunuh diri (Yosep, 2009). Dalam pedoman penggolongan dan diagnosa gangguan jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) (1993) disebutkan bahwa gangguan utama depresi adalah adanya gangguan suasana perasaan, kehilangan minat, menurunya kegiatan, pesimisme menghadapi massa yang akan datang. Pada kasus patologi, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrim untuk bereaksi terhadap rangsang, disertai menurunya nilai dari delusi, tidak mampu dan putus asa (Maslim, 2001). > Jenis-jenis Depresi Jenis-jenis depresi dapat digolongkan kedalam beberapa jenis. Jenis depresi diklasifikasikan berdasarkan penyebab depresi. Penggolongan atau klasifikasi depresi hingga saat ini diakui masih sukar diterima kalangan psikiater. Depresi dikenal sebagai sindroma yang secara klinik heterogen, dalam arti tidak terdapat satu cara kasifikasi untuk penggolongan depresi yang diterima secara universal. Menurut Lumongga (2009) ada beberapa jenis-jenis depresi, seperti yang akan di jelaskan di bawah ini: Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia “World Health Organization” (WHO) (dalam Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat penyakitnya, depresi menjadi: 1. Mild depression/minor depression dan dysthymic disorder. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressfull yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depersi jenis ini. Minor depression ditandai dengan adanya dua gejala pada depressive episode namun tidak lebih dari lima gejala depresi muncul selama dua minggu berturut-turut, dan gejala itu bukan karena pengaruh obatan-obatan atau penyakit. Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini menimbulkan gangguan Minor Depression ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. Gejala depresi ringan ada gangguan distimia dirasakan minimal dalam jangka waktu dua tahun. 2. Moderate Depression. Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya. 3. Severe depression/major depression. Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan medis secepat mungkin. Deperesi ini dapat muncul sekali atau dua kali dan beberapa kali selama hdup. Major depression ditandai dengan adanya lima atau lebih simtom yang ditunjukan dalam major depressive episode dan berlangsung selama 2 minggu berturut-turut. Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi Kasifiasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh World Health Organization (WHO). Menentukan suatu kasus depresi pada kategori nosologi yang tepat merupakan hal yang penting. Untuk mencapai hal itu diperlukan penilaian yang menyeluruh dari semua fakta yang diperoleh dari eksplorasi keadaan psikologisnya. Dan tidak kurang pentingnya adalah yang disebut miieu situation seperti hubungan penderita dengan lingkungan di mana dia tinggal dan ekerja (Lumongga, 2009). Jenis-jenis depresi menurut World Health Organization (WHO) (dalam Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat penyakitnya, dibagi menjadi depresi psikogenik, depresi endogenik dan depresi somatogenik. Jenis-jenis depresi menurut WHO berdasarkan tingkat penyakit adalah di bawah ini: Depresi Psikogenik Depresi psikogenik terjadi karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat adanya kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stress berat. Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi: 1. Depresi reaktif. Merupakan istilah yang digunakan untuk gangguan mood depresi yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agtasi. Dan yang ditimbukan sebagai reaksi dari suatu pengalaman hidup yang menyedihkan. Dibandingan dengan kesedihan biasa, depresi ini lebih mendalam berlangsung lama tetapi jarang melampaui beberapa minggu. 2. Exhaustion depression. Merupakan depresi yang ditimbulkan setelah bertahun-bertahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarutlarut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan. 3. Depresi neurotic. Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita. Proses represi baik yang sebagian maupun yang seluruhnya dari konfik-konflik tadi merupakan sumber kesulitan yang menetap dan potensial bagi timbulnya depresi di kemudian hari. Jauh sebelum timbulnya depresi sudah tampak adanya gejala-gejala kecemasan, tidak percaya diri, gagap, sering mimpi buruk, dan enuresis. Juga gejala jasmaniah seperti banyak berkeringat, gemetar, berdebar-debar, gangguan pencernaan seperti diare dan spasm Depresi Endogenik Depresi ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau fisik tertentu, tetap bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis, kebanyakan depresi endogen berupa suatu depresi unipolar. Depresi Somatogenik Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe: 1. Depresi organic. Disebabkan oleh perubahan perubahan morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senelis, tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain. Gejala-gejalanya dapat berupa kekosongan emosional disertai ide-ide hipokondrik. Biasanya disertai dengan suatu psychosyndrome akibat kelainan lokal atau difusi di otak dengan gejala kerusakan short term memory, disorientasi waktu, tempat, dan situasi disertai tingkah laku eksplosif dan mudah terharu. 2. Depresi simptomatik. Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit jasmaniah seperti Penyakit infeksi (hepatitis, influenza, pneumonia), Penyakit endokrin (diabetes mellitus, hipotiroid), Akibat tindakan pembedahan, Pengobatan jangka panjang dengan obat-obatan antihipertensi, Pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat penenang. > Penyebab Depresi Menurut Nevid dkk (2003) Faktor-faktor yang meningkatkan resiko seseorang untuk terjadi depresi meliputi : a. Usia Depresi mampu menjadi kronis apabila depresi muncul untuk pertama kalinya pada usia 60 tahun keatas. Berdasarkan hasil studi pasien lanjut usia yang mengalami depresi diikuti selama 6 tahun, kira-kira 80% tidak sembuh namun terus mangalami depresi atau mengalami depresi pasang surut. b. Status sosioekonomi Orang dengan taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki resiko yang lebih rendah memiliki resiko yang lebih besar disbanding mereka dengan taraf yang lebih baik. c. Status pernikahan Berlangsungnya pernikahan membawa manfaat yang baik bagi kesehatan mental laki-laki dan perempuan. Pernikahan tak hanya melegalkan hubungan asmara antara laki-laki dan perempuan, karena ikatan suami-istri ini juga dipercaya dapat mengurangi risiko mengalami depresi dan kecemasan. Namun, bagi pasangan suami istri yang gagal membina hubungan pernikahan atau ditinggalkan pasangan karena meninggal, justru akan memicu terjadinya depresi. Hasil penelitian para ilmuwan di New Zealand’s University of Otago baru-baru ini. Studi yang dipimpin oleh Kate Scott ini meneliti 34.493 orang yang tersebar di 15 negara. Dalam studi itu diketahui bahwa berakhirnya hubungan suami istri karena perceraian atau kematian dapat meningkatkan risiko mengalami gangguan kesehatan mental. Dari sini terlihat bahwa fakta yang juga sesuai dengan hasil survei dari WHO World Mental Health (WMH) itu menjelaskan bahwa kesehatan mental amat dipengaruhi oleh sebuah perkawinan. Bisa juga tergambar bagaimana kondisi kesehatan mental bagi seseorang yang tidak pernah menikah dibandingkan dengan mereka yang mengakhiri pernikahan. Scott mengatakan dalam studi itu diketahui bahwa menikah memberikan dampak lebih baik ketimbang tidak menikah bagi kesehatan jiwa untuk semua gender. (Rachmanto, 2010) d. Jenis kelamin Menurut Schimeilpfering (2009), beberapa faktor risiko yang telah dipelajari yang mungkin bisa menjelaskan perbedaan gender dalam prevalensi depresi : a. Perbedaan hormon seks Mengingat bahwa puncak onset gangguan depresi pada perempuan bertepatan dengan reproduksi tahun (antara usia 25 sampai 44 tahun usia), faktor resiko hormon mungkin memainkan peran. Estrogendan progesterontelah ditunjukkan untuk mempengaruhi neurotransmitter , neuroendokrindan sistem sirkadianyang telah terlibat dalam gangguan suasana perasaan. Fakta bahwa perempuan sering mengalami gangguan suasana hati yang berhubungan dengan siklus menstruasi mereka, seperti gangguan pramenstruasi dysphoric,juga menunjukkan hubungan antara hormon seks wanita dan suasana perasaan.Selain itu, fluktuasi hormon yang berhubungan dengan kelahiran adalah pemicu umum bagi gangguan suasana perasaan.Meski menopauseadalah saat ketika seorang wanita risiko depresi berkurang, periomenopausal periodeadalah masa peningkatan resiko bagi orang-orang dengan riwayat depresi besar .Hormon lain faktor yang dapat menyebabkan risiko wanita untuk depresi adalah perbedaan jenis kelamin berhubungan dengan hypothalmic-hipofisis-adrenal(HPA) axisdan untuk tiroid berfungsi. b. Perbedaan gender Sosialisasi Para peneliti telah menemukan bahwa perbedaan gender dalam sosialisasidapat memainkan peran juga. Gadis kecil disosialisasikan oleh orangtua dan guru untuk lebih memelihara dan sensitif terhadap pendapat orang lain, sementara anak laki-laki didorong untuk mengembangkan kesadaran yang lebih besar penguasaan dan kemandirian dalam kehidupan mereka. Jenis sosialisasi berteori mengarah pada depresi pada wanita lebih besar, yang harus melihat keluar diri mereka untuk validasi. c. Perbedaan gender dalam menghadapi masalah Penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung menggunakan emosi yang lebih fokus, ruminative mengatasi masalah,merenungkan masalah mereka ke dalam pikiran mereka, sementara laki-laki cenderung menggunakan masalah yang lebih fokus, gaya coping mengganggu untuk membantu mereka melupakan masalah. Telah dihipotesiskan bahwa mengatasi gaya ruminativeini bisa mengakibatkan lebih lama dan lebih parah episode depresi dan berkontribusi lebih besar perempuan kerentanan terhadap depresi. d. Perbedaan Frekuensi dan Reaksi terhadap Stres dalam kehidupan Bukti menunjukkan bahwa, sepanjang hidup mereka, perempuan mungkin mengalami peristiwa kehidupan yang lebih stres dan memiliki kepekaan yang lebih besar bagi mereka daripada pria. Gadis-gadis remaja cenderung untuk melaporkan peristiwa kehidupan yang lebih negatif daripada anak laki-laki, biasanya berkaitan dengan hubungan mereka dengan orang tua dan teman sebaya, dan untuk mengalami tingkat kesulitan yang lebih tinggi berhubungan dengan mereka. Studi tentang wanita dewasa telah menemukan bahwa perempuan lebih mungkin daripada laki-laki menjadi tertekan dalam menanggapi peristiwa hidup yang penuh tekanan dan mengalami peristiwa yang menegangkan dalam waktu enam bulan sebelum episode depresif besar. e. Peran sosial dan pengaruh budaya Juga telah berteori bahwa perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dan ibu dapat menemukan peran mereka, sementara perempuan yang mengejar karir di luar rumah mungkin akan menghadapi diskriminasi dan ketidaksetaraan pekerjaan atau mungkin merasa konflik antara peran mereka sebagai seorang istri dan ibu dan pekerjaan mereka. Karena keadaan social mereka, peristiwa kehidupan buruk yang berhubungan dengan anak-anak, perumahan atau reproduksi dapat memukul perempuan sangat keras karena mereka menganggap area ini sebagai hal penting bagi definisi mereka sendiri dan mungkin merasa mereka tidak memiliki alternatif cara untuk mendefinisikan diri ketika daerah ini terancam. Dengan demikian wanita memiliki kecenderungan hampir dua kali lipat lebih besar dari pada pria untuk megalami depresi. Meski terdapat perbedaan gender pada prevalensinya, wacana depresi adalah sama untuk keduanya. Pria dan wanita untuk gangguan tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam hal kecenderungan untuk kambuh kembali, frekuensi kambuh, keparahan/durasi kambuh atau jarak waktu untuk kambuh yang pertama kalinya. (Nevid dkk, 2003). Sedangkan Menurut Durrand dan Barrow (2006) Faktor-faktor penyebab gangguan suasana perasaan depresi antara lain: a. Pengaruh genetik Bukti terbaik bahwa gen berhubungan dengan gangguan suasana perasaan adalah datang dari twin studies (studi orang kembar). Dalam studi ini menelaah frekuensi kembar identik (dengan gen identik) yang memiliki gangguan dibanding kembar fraternal yang hanya memiliki 50% gen identik (seperti anggota keluarga tingkat pertama lainya). Studi tersebut melaporkan bila salah satu pasangan kembar mengalami depresi berat, maka 59% diantara pasangan kembar identik dan 30 % diantara diantara fraternal juga menunjukkan adanya gangguan suasana perasaan. b. Peristiwa kehidupan stressful Stres dan trauma adalah dua diantara kontribusi unik yang paling menonjol didalam etiologi semua gangguan psikologis. Sebagian besar orang yang mengembangkan depresi melaporkan bahwa mereka kehilangan pekerjaan, bercerai, atau megalami stres berat yang lain. c. Learned Helplessness Learned helpessness theory of depression adalah teori Seligman yang mengatakan bahwa orang menjadi cemas dan depresi ketika membuat atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam kehidupanya. d. Negative cognitive styles Menurut Beck (1976) dalam Durrand dan Barrow (2006) Depresi dapat timbul dari kecenderungan untuk menginterpretasikan kejadian-kejadian sehari-hari secara negative. Menurut Beck penderita depresi memandang yang terburuk dalam segala hal. Beck melihat bahwa pasien-pasien depresi selalu berpikir negatif tentang dirinya sendiri, dunianya, dan masa depanya. Tiga bidang yang secara bersama-sama disebut sebagai depressive cognitive triad (tiga serangkai kognisi depresi). e. Hubungan Pernikahan Hubungan pernikahan yang tidak memuaskan terkait erat dengan depresi. Karena berdasarkan studi Bruce dan kim (1992) dari 695 perempuan dan 530 laki-laki, selama kurun waktu sejumlah partisipan bercerai atau berpisah dengan pasanganya. Diperkirakan 21% perempuan yang bercerai menyatakan bahwa dirinya mengalami depresi. Dan hampir 21% laki-laki yang bercerai mengalami depresi berat. f. Jenis kelamin Perbedaan gender dalam perkembangan gangguan emosional sangat dipengaruhi oleh persepsi mengenai ketidakmampuan untuk mengontrol. Sumber perbedaan ini bersifat kultural, karena peran jenis yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan di masyarakat kita. Laki-laki sangat didorong untuk mandiri, masterful, dan asertif. Sedangkan perempuan sebaliknya, diharapkan lebih pasif, sensitif terhadap orang lain, dan mungkin lebih banyak tergantung pada oaring lain diibanding laki-laki. g. Dukungan sosial Semakin banyak jumlah dan semakin tinggi frekuensi hubungan dan kontak sosial semakin panjang pula harapan hidup kita. Hasil Studi mengemukakan tentang pentingnya dukungan sosial didalam onset depresi. Dalam studi pada perempuan yang mengalami stres serius, didapatkan bahwa 10% diantara perempuan yang memilki teman berbagi rahasia yang memiliki depresi dibanding 37% perempuan yang tidak memilki hubungan dekat yang suportif. > Dampak gangguan Depresi Dampak depresi dalam kehidupan sehari-hari sangat mengganggu. Bahkan dampak depresi bisa menyebabkan ketidakseimbangan fungsi bahkan malfungsi seseorang bagi penderita depresi. Salah satu contoh dari dampak depresi adalah bunuh diri, gangguan makan, gangguan pola tidur, gangguan adaptasi, gangguan terhadap pekerjaan dan lain-lain. Di bawah ini akan dijelaskan dampak-dampak depresi secara lebih rinci. Bunuh Diri Walaupun banyak orang yang depresi yang tidak bunuh diri, depresi yang tidak ditangani dapat meningkatkan resiko percobaan bunuh diri. Sangat sering bagi individu yang mengalami depresi memiliki pikiran untuk bunuh diri (Lumongga, 2009). Gangguan Tidur : Insomnia dan Hypersomnia Insomnia atau kesulitan tidur bukanlah suatu penyakit, insomnia adalah cara tubuh bereaksi terhadap stress, jumlah waktu tidur yang dibutuhkan oleh tiap orang berbedabeda, kebanyakan orang dewasa memerlukan tidur delapan jam setiap malam, jika kita tidak mendapatkan cukup tidur, kita akan merasa mengantuk di siang harinya. Pola tidur berubah sesuai dengan usia, misalnya, orang yang lebih tua tidur siang dan lebih sedikit di malam hari (Kusumawardhani, 2006) Gangguan dalam Hubungan Sebagai akibat dari depresi, seseorang cenderung mudah tersinggung, senantiasa sedih sehingga lebih banyak menjauhkan diri dari orang lain atau dalam situasi lain menyalahkan orang lain, hal ini menyebabkan hubungan dengan orang lain menjadi tidak baik (Lumongga, 2009). Gangguan dalam Pekerjaan Pengaruh depresi sangat terasa dalam kehidupan pekerjaan seseorang. Depresi meningkatkan kemungkinan dipecat dan pendapatan yang lebih rendah. Depresi mengakibatkan kerugian dalam produksi karena absenteisme ataupun performa yang sangat buruk. Pekerja dengan depresi juga kehilangan lebih banyak waktu karena kesehatan yang buruk daripada pekerja yang tidak mengalami depresi (Lumongga, 2009). Gangguan Pola Makan Depresi dapat menyebabkan gangguan pola makan dan gangguan pola makan dapat menyebabkan depresi, pada orang yang menderita depresi terdapat dua kecenderungan umum mengenai pola makan yang secara nyata mempengaruhi berat tubuh badan yaitu, tidak selera makan dan keinginan makan-makanan yang manis bertambah. Beberapa gangguan pola makan yang diakibatkan oleh depresi adalah bulimia nervosa, anoreksia nervosa dan obesitas (Kusumawardhani, 2006). Perilaku-perilaku Merusak Beberapa perilaku yang merusak yang disebabkan oleh depresi menurut Lumongga (2009) adalah: 1. Agresivitas dan kekerasan. Pada individu yang terkena depresi perilaku yang ditimbulkan bukan hanya berbentuk kesedihan, namun bisa juga dalam bentuk mudah tersinggung dan agresif. Perilaku agresif lebih cenderung ditunjukan oleh individu pria yang mengalami depresi. Hal ini karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang mempengaruhi perilaku, testosterone mempengaruhi perilaku pria. Perilaku menjadi berbahaya dan dapat berakibat melukai orang yang dicintai, dan juga diri sendiri. Pada kasus yang ekstrem, agresi yang meningkat dapat menyebabkan tindak pembunuhan. Namun walaupun lebih banyak agresivitas oleh pria, wanita yang serius, misalnya merusak barang-barang bahkan melukai dan membunuh anaknya sendiri. 2. Penggunaan Alkohol dan Obat-obatan Terlarang. Telah diketahui bahwa penggunaan alkohol dan obatobatan terlarang pada remaja selain karena pengaruh teman kelompok, motivasi dari diri individu untuk menggunakan alkohol dan obatobatan terlarang dapat disebakan oleh keadaan depresi sebagai cara untuk mencari pelepasan sementara keadaan yang tidak menyenangkan. 3. Perilaku Merokok. Penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara emosi negative yang ditimbulkan oleh depresi dengan frekuensi merokok. Seseorang yang mengalami depresi merokok lebih banyak dari biasanya. Telah diketahui bahwa beberapa zat kimia dari rokok dapat meredakan stress untuk sementara sehingga merokok bagi beberapa orang dianggap dapat menanggulangi stress. > Alternatif Penanggulangan Depresi Penanggulangan depresi dibagi dua : terapi psikososial dan terapi biologi melalui pemberian obat. Pemberian obat anti depresan berfungsi untuk meningkatkan atau mengatur kembali serotonin dan norepinefrin agar seimbang. Biasanya obat bersifat serotonergik dan noradrenergik yang artinya meningkatkan serotonin atau norepinefrin ataupun keduanya. Ada beberapa obat antidepresan misalnya golongan serotonin selective re-uptake inhibitor (SSRI). Pendekatan lain adalah terapi psikososial melalui konseling psikologi dan psikoterapi. Psikoterapi yang paling cocok untuk penderita depresi adalah Cognitive behavior therapy (CBT), yaitu terapi yang mengajak penderita untuk mempelajari bagaimana mencerna atau mempersepsikan peristiwa kehidupannya. Mulai dari persepsi yang tidak rasional/negatif dibawa ke persepsi yang rasional/positif. Pada depresi ringan, pengobatan cukup dilakukan dengan pendekatan psikososial misalnya konseling, psikoterapi dan CBT. Depresi sedang atau berat selain terapi psikososial juga harus diberikan obat, bahkan ditambah dengan Electro Shock Therapy (EST), yaitu terapi elektro kompulsif atau sering disebut terapi kejang listrik. Penderita diberikan kejang listrik dikepala yang akan menimbulkan respon kejang untuk perubahan neurokimia diotaknya sehingga menimbulkan regulasi neurokimia. Depresi dapat dipulihkan atau dikontrol. Pola hidup yang salah dapat memicu timbulnya depresi.Untuk depresi kambuhan ,obat diberikan sampai 6 bulan, setelah itu dihentikan. Dan untuk penderita yang sering kambuh biasanya obat diberikan 1-2 tahun. Secara umum pengobatan depresi minimal 6 bulan. Jika cuma 2 minggu atau 2 bulan hanya akan menimbulkan efek penyembuhan sementara atau hanya menekan gejala. Obat-obat anti depresan baru bermanfaat setelah pemakaian minimal 2 minggu-1 bulan. Secara Umum efek samping obat anti depresan adalah : • Mual • Muntah • Mengantuk • Insomnia • Sakit kepala • Berkeringat • Penambahan berat badan • Konstipasi • Mulut kering • Tremor • Disfungsi seksual • Nyeri otot • Kemerahan Khusus untuk depresi prahaid, dokter biasanya akan memberikan pyridoxine (vitamin B6) setiap hari. Jika depresi akibat infeksi, maka jangan terlalu tergesa-gesa kembali ke jadwal sehari-hari setelah sakit. Jaga makan yang cukup dan tidur yang cukup untuk mempercepat pemulihan. Perlu diketahui bahwa peran keluarga dan lingkungan sekitar juga ikut mempengaruhi kesembuhan akibat depresi. Jika penderita selalu diingatkan bahwa kita selalu peduli pada mereka, maka ini akan mengurangi dampak depresi seperti perasaan terisolasi (terasingkan), misalnya. Sehingga diharapkan nantinya penderita akan termotivasi untuk bisa pulih kembali. Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21410/4/Chapter%20II.pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-yanuarhida-5482-3-babii.pdf http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-284.pdf http://www.psychologymania.com/2012/08/jenis-jenis-depresi.html http://www.psychologymania.com/2012/08/dampak-depresi.html http://muhamadfauziali.wordpress.com/2013/06/01/tugas-7-depresi/